Jangan
alihkan pandanganmu.
Tenang...
Ya.
Tetap
lurus.
Ke depan, ke arah gadis berambut
ikal itu.
Namanya
Akarina.
Nama
yang aneh, namun begitulah mereka
menamainya. Kau sendiri tidak ada waktu untuk menertawakannya seperti
teman-teman kalian di SD yang selalu saja menganggap lucu nama tersebut, atau
teman-teman SMP kalian yang biasa memangggilnya Si Akar-akaran entah untuk
alasan apa.
Padahal
namamu lebih aneh lagi.
Kau
tak peduli, kau terbiasa mengagumi ketimbang memaki.
Meski
demikian, kau lebih suka memanggilnya Kana.
Kau sudah lama sekali mengenalnya,
bahkan jauh...jauh sebelum kau bisa mengeja namamu sendiri dengan baik dan
benar. Rumah kalian berhadap-hadapan. Bukankah itu kebetulan yang menyenangkan?
Kau
juga hapal betul aroma rambutnya yang manis. Itu sudah pasti, karena kalian
sering bermain kemah-kemahan bersama. Kau dan Kana, kalian berdua sama-sama
menyukai semak belukar, sama-sama suka menerbangkan layang-layang di siang hari
yang berangin...sama-sama suka duduk di halaman depan rumah dan saling lempar
bom air yang dimasukkan ke dalam balon, saling mengirim kode morse dengan
senter di malam hari untuk memamerkan keterampilan kalian setelah mengikuti PRAMUKA.
Kalian banyak menghabiskan waktu bersama.
“Terlalu banyak malah” Kana
yang bilang.
Tidakkah
kau ingat? Kau pernah tersenyum dan berkata padanya, “Lebih lama lagi lebih bagus. Justru mauku lebih lama lagi...”
Ketahuilah, Kana juga berpikiran
sama denganmu.
Dia ingin bersamamu lebih lama lagi,
dan ini bukan main-main. Bukan ‘bersama’ seperti yang sudah kalian lakukan
sepanjang sembilan belas tahun terakhir, tetapi ‘bersama’ seperti yang ada pada
khayalanmu, pada khayalannya. Kau pasti mengerti.
Jadi,
katakan saja. Lakukan sekarang.
“Rando! Hello! Di sini!” Tidak seperti yang lain, dialah satu-satunya orang
yang berani memanggilmu Rando, sedikit bagian yang harusnya membuatmu muak,
tapi karena Kana yang memanggilmu, kau tak pernah lebih bahagia dari ini. “Ya
ampun...kalau kamu cuma diem, nggak ngomong apa-apa dan ngeliatin aku terus,
mending aku pergi.”
“Kana...nikah. Mau kan?”
“Hah? Uhuk! Uhuk! Apa? Nikah? Jadi
suami-istri maksudnya? Tinggal serumah, punya anak, ganti panggilan ma-pa atau yah-bun dan nggak lagi panggil nama masing-masing, gitu? Kita kan
masih kuliah!”
“Nggak mau ya?”
“Hhh?”
“Nggak mau? Nggak suka?”
“Menurut kamu?”
“Apanya?”
Lalu dia menciummu. Tepat di bibir. Kau
tak pernah merasa seberuntung itu sebelumnya.
Kana memang begitu, dia gadis paling
spontan yang pernah kau kenal. Sekalipun kau sudah berpengalaman mencium bibir
gadis-gadis lain, dia akan selalu bisa membuatmu tertegun seolah itu adalah
ciuman pertamamu. Tetapi memang iya, itu ciuman pertamamu dengannya.
Kau
lihat kan? Dia mencintaimu. Mungkin kau tak pernah tahu rahasianya, bahwa dia
diam-diam selalu mendoakanmu di malam hari. Sebelum beranjak ke ranjang, dia
akan berbicara dengan Tuhan. Doanya singkat, doa yang sama sejak dia duduk di
bangku kelas 3 SD, agar kau diberi kebahagiaan oleh Tuhan, dan...agar kau tak lagi
memiliki gumpalan kabut dalam hatimu.
Sayangnya
Tuhan punya rencana lain, Tuhan membiarkanmu melihat tubuh Kana dimasukkan ke
dalam lubang di tanah. Kau berteriak, meronta, menangis keras, seperti anak
kecil tak berdaya yang ditelantarkan seorang diri di tengah padang pasir yang
gersang.
Kalau
kau mau, kau bisa saja memilih untuk jadi gila, bukankah kau sudah pernah
hampir gila sebelum ini? Tapi ternyata pikiranmu yang sehat tak seputus asa
hatimu yang sudah sakit dan hampir berkabut lagi. Kau memilih untuk tetap
waras.
Mana
kau tahu kalau saat itu bukan hanya jiwa Kana yang ikut lenyap, ada jiwa lain
yang ikut bersamanya, yang tak pernah kau pahami, karena menurutmu kau masih
terlalu muda.
Apa
kau siap? Mulai sekarang...apa kau siap?
Dengarkan
baik-baik.
Apa
kau siap dibenci Tuhan?
RANDOWAGE
ASKABRATA! Apa kau siap dibenci Tuhan seumur hidupmu?!
***
-THE
END-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar